Pada periode ini bentuk negara
Republik Indonesia adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan adalah republik
dan presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala
negara.
Adapun, sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem pemerintahan
presidensial. Dalam periode ini yang dipakai sebagai landasan
adalah Undang Undang Dasar 1945. Pada waktu itu semua
kekuatan negara difokuskan pada upaya mempertahankan kemerdekaan, yang baru saja
diraih, dari rongrongan kekuatan asing yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Dengan demikian, walaupun Undang-Undang Dasar 1945 telah berlaku, namun yang baru dapat diwujudkan hanya presiden, wakil presiden,
serta para menteri dan gubernur yang merupakan perpanjangan tanggan pemerintah
pusat.
Adapun, departemen yang dibentuk untuk pertama kalinya di Indonesia terdiri
atas 12 departemen. Provinsi yang baru
dibentuk terdiri atas delapan wilayah yang terdiri dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil.
Kondisi di atas didasarkan pada Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden
dipilih oleh PPKI.
Kekuasaan presiden meliputi kekuasaan
pemerintahan negara (eksekutif), menjalan kekuasaan
MPR dan DPR (legislatif) serta menjalankan tugas DPA. Kekuasaan yang teramat besar itu diberikan kepada presiden hanya untuk sementara waktu saja, agar penyelenggaraan negara dapat berjalan. Oleh karena itu , PPKI dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan dua ayat Aturan Tambahan yang menegaskan sebagai berikut:
MPR dan DPR (legislatif) serta menjalankan tugas DPA. Kekuasaan yang teramat besar itu diberikan kepada presiden hanya untuk sementara waktu saja, agar penyelenggaraan negara dapat berjalan. Oleh karena itu , PPKI dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan dua ayat Aturan Tambahan yang menegaskan sebagai berikut:
(1) Dalam enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
(2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar. Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 dijadikan dalih oleh Belanda untuk menuduh Indonesia sebagai negara diktator, karena kekuasaan negara terpusat kepada presiden. Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, pemerintah RI mengeluarkan tiga buah maklumat:
1) Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar bisa dari Presiden sebelum masa waktunya berakhir (seharusnya berlaku selama enam bulan). Kemudian maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Pada dasarnya maklumat ini adalah penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945.
2) Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. tentang pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multipartai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia barat menilai bahwa Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi.
3) Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang intinya mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Maklumat tersebut kembali menyalahi ketentuan UUD RI 1945 yang menetapkan sistem pemerintahan presidensial sebagai sistem pemerintah Indonesia.
Ketiga maklumat di atas memberikan pengaruh
yang cukup besar terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945
telah membawa perubahan total dalam sistem pemerintahan negara kita. Dengan sistem ini presiden tidak lagi
mempunyai rangkap jabatan, presiden hanya sebagai kepala negara sedangkan
kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Kabinet dalam hal ini para menteri tidak bertanggung jawab kepada
presiden akan tetapi kepada DPR yang kekuasaannya dipegang oleh BP KNIP. Secara konseptual perubahan ini diharapkan
akan mampu mengakomodir semua kekuatan yang ada dalam negara ini. Akan tetapi, pada kenyataannya, sistem ini
justru membawa bangsa Indonesia ke dalam keadaan yang tidak stabil. Sistem pemerintahan parlementer tidak
berjalan lama. Sistem tersebut berlaku mulai tanggal 14
November 1945 dan berakhir pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam rentang waktu itu terjadi beberapa
kali pergantian kabinet.
Kabinet yang pertama dipimpin oleh Sutan Syahrir yang dilanjutkan dengan
kabinet Syahrir II dan III. Sewaktu bubarnya kabinet Syahrir III, meruncingnya pertikaian antara Indonesia-Belanda,
pemerintah membentuk Kabinet Presidensial kembali (27 Juni 1947-3 Juli 1947). Namun atas desakan dari beberapa partai
politik, Presiden Soekarno kembali membentuk Kabinet Parlementer, seperti
berikut:
1) Kabinet Amir Syarifudin I : 3 Juli 1947- 11 November 1947
2) Kabinet Amir Syarifudin II: 11 November 1947-29 Januari 1948
3) Kabinet Hatta I : 29 Januari 1948-4 Agustus 1949
4) Kabinet Darurat (Mr. Sjafruddin Prawiranegara) : 19 Desember 1948-4 Agustus1949
5) Kabinet Hatta II : 4 Agustus 1949-20 Desember 1949)
Partai Komunis Indonesia pada tahun 1948 melakukan
pemberontakan di Madiun untuk mendirikan Negara Soviet Republik Indonesia. Pemberontakan tersebut menambah catatan
kelam sejarah bangsa ini dan rakyat semakin menderita.
0 Response to "Proses Penyelanggaraan Negara dalam Konteks NKRI ( Periode 18-08-1945 sampai 27-12-1949) "
Post a Comment